Sunday, April 5, 2020

Jangan Merasa Paling Benar



Hey there! Tengah malem gini aku gabut, jadi yaudah coba ngeblog random aja haha. So yeah, here it is. I wanna talk bout things I’ve learned this year. Tidak terasa 2020 sudah kita lewati selama hampir 4 bulan :”) 

Rasanya baru kemaren tahun baruan, eh tau-tau udah april aja. Amsyong... Well, dibilang buang-buang waktu ga juga sih, ada juga lah hal yang berfaedah yang aku dapat di tahun ini. Pelajaran hidup misalnya.

Setelah sekian lama bertapa, mencari makna kehidupan, mengelilingi sana sini, berpikir setiap malam. Ceilah. Sebenernya aku udah tahu prinsip hidup “Jangan merasa paling benar”. Cuman ya selama ini sekedar tahu aja gitu loh, bukan sesuatu yang benar-benar aku terapkan dalam kehidupan nyata.

Semakin pintar seseorang, semakin sadar dan merasa dirinya tidak pintar. Sedangkan orang yang baru tahu sedikit, akan merasa dirinya pintar dan tahu segalanya. Masalahnya gini bos...

“Orang bodoh tidak akan sadar dirinya merugikan orang lain”.

Memang yah bener kata orang. Orang bodoh yang tahu sedikit tapi merasa tahu segalanya (sok pintar) ini memang agak berbahaya. Apalagi yang sudah sangat yakin apa diyakininya adalah kebenaran. Untuk dikasih tahu susah dan kadang malah menyesatkan orang lain.

Kadang gini, manusia tuh kadang terpenjara dengan isi otaknya sendiri yang merasa yakin dirinya lah yang paling benar dan yah gak bisa diganggu gugat padahal bisa saja apa yang dipikirkannya salah.

Well, maybe I’ve ever been that kind of people. And I’m sorry for behaved that wrong. Aku dulu tuh punya “standar kebenaran” sendiri di otakku, dan aku merasa itu benar dan itu kuterapkan di semua situasi.

But, world doesn’t work that way. Misalnya kalau dalam kehidupan sehari-hari, ada orang yang berpendapat yang menurut aku salah, dan aku bakal bantah dengan standar kebenaran aku sendiri tak peduli siapa yang bicara atau dimanapun itu. Yeyyy, dulu yakin banget “kalo aku benar, ngapain aku takut” wkwkwk.

Masalahnya, hal kek gitu annoying gais. I mean, mungkin bisa saja “isi omongan”ku benar. Tapi cara aku menyampaikan dan situasi yang tidak tepat. Social life doesn’t work that easy. Tidak semua orang bisa menerima “perbedaan pendapat” atau tetap santai omongannya dibantah dengan kasar.

Well, it was rude and inapproriate. Dari situlah aku sadar, empati itu juga perlu untuk memahami perasaan orang lain supaya hidup bermasyarakat juga lebih enak. Bonding dengan orang-orang lain juga lebih kuat, bukannya nyari masalah terus2an dengan berdebat wkwkwk.

Ini real life bukan twitter yang debat mulu apapun didebatin :p

Di dunia nyata orang debat bukan nyari siapa yang menang, siapa yang paling pintar, siapa yang paling benar. Kecuali memang lagi kompetisi debat, barulah bersaing saling lempar-lempar data.

Kalau debat ngotot di dunia nyata, ya jatuhnya debat kusir. Susah. Bukannya dapet apa-apa-apa, yang ada dapet sakit hati :( Memang sih “perbedaan pendapat” tapi ga semua bisa chill menerima itu. Understanding people lah yang harus pertama-tama dikuasai. Well, its hard memang. Dan tahu saja tidak cukup, we need practice, especially me hahaha.

Weeh, intinya gitulah. Random aja ngetik gini, ntah mudah dimengerti atau tidak. Semoga bisa dimengerti wkwkwk. Thanks udah baca, menurut kalian sendiri bagaimana? Yuk komen!

No comments:

Post a Comment