Dwi Ditha Putri

Dwi Ditha Putri

Sunday, October 26, 2014

Pria Depan Teras (Cerpen)

Pria Depan Teras
(Cipt. Dwi Ditha Putri)

Hai, namaku Rere. Usiaku 17 tahun. Aku bersekolah di SMA Indah Mewangi, Banjarmasin.
Liburan kali ini agak berbeda dari liburan tahun-tahun sebelumnya. Biasanya aku menghabiskan liburan di daerah asal orangtuaku. Kini, hanya berada di kota tercinta ini, Banjarmasin.
Aku punya teman, teman sepermainan. Dia tetangga depan rumahku. Tapi umurnya masih sangat dini, bisa dihitung dengan jari, 5 tahun. Namanya Amel. Dia tinggal bersama kedua orang duanya, dan pamannya. Dia sangat sering bermain denganku.


Maka dari itu, pada liburan ini, aku sering menghabiskan waktu dengannya dan sepupuku yang datang dari kampong. Usia dari sepupuku itu tak kalah dini, 4 tahun. Namanya Mery. Berhari-berhari kuhabiskan waktu dengan bermain bersama anak-anak. Mungkin suatu saat aku akan menjadi guru TK atau mungkin dokter anak?
Sebenarnya, aku bukan tipe orang yang pecinta anak. Tapi tak apalah bermain dengan mereka, tak ada salahya juga. Lumayan untuk menghilangkan rasa jenuh di liburan ini. Hal yang membuat ku semangat, setiap malam om Amel selalu duduk di teras depan rumah. Namanya Jordi.
Untuk detailnya, dia itu mahasiswa kedokteran, masih baru, mungkin sekitar semester 2. Mungkin, menurutku sih dia lahir tahun 1995. Badannya sangat proporsional, ototnya lumayan bikin histeris cewek-cewek apalagi aku yang merupakan penggila cowok keren, kulitnya putih, dan kharismanya benar-benar memancar menyilaukan mata.
Diam-diam, aku memang sering memperhatikan dia. Biasanya kalau mau ulangan, aku belajar di ruang tamu, sambil ngintipin dia dari jendela. Aku ini tipe orang kalo suka orang pada pandangan pertama, pasti susah banget buat mengingat mukanya.
Jadi, sampai sekarang aku belum hapal mukanya gimana. Tapi aku yakin dia pasti ganteng.  Awalnya, aku hanya sekedar mengagumi dan penasaran akan charisma yang dipancarkannya.
Hal yang aneh adalah walaupun aku nggak hapal gimana mukanya, tapi aku bisa tau kalau itu dia tanpa melihat mukanya. Bisa dirasakan dari kharismanya.
Rabu, 9 Juli 2014.
            Tanggal 9, puncaknya rasa suka yang aku rasakan. Aku bermain lama sekali bersama anak-anak, dan Amel mengajakku untuk bermain di depan rumahnya, dan Jordi memang lagi duduk di depan teras.
            Aku yang sedang bermain tabak, walaupun sebenarnya anak-anak belum pada ngerti mainnya gimana, jadi mainnya nggak pake aturan. Yang terpenting adalah aku bahagia saat itu  berada dekat dengan dia walaupun dia tak ikut bermain.
            Kala itu, jarak kami lumayan dekat, mungkin 3 meter. Momen itu sunggu momen yang indah dan membahagiakan. Sampai-sampai malam harinya, aku tidur lelap memimpikannya. Saat aku terbangun, aku merasakan sesuatu yang aneh.
“Terkadang ada saatnya dimana kala kita merasa biasa saja kepada seseorang, tetapi saat kita memimpikannya, muncul rasa yang tak biasa pada orang itu.”
            Aku memimpikannya, mimpi yang romantic, ya walaupun sedikit aneh. Aku bermimpi sedang membuka pintu, tiba-tiba dia datang dan memelukku dari belakang. Ibarat drama korea, romantis tapi kalau dibayangin ternyata aneh.
Kamis, 10 Juli 2014.
            Tentu saja saat aku terbangun, langsung aku merindukannya. Aku pun mencarinya. Tetapi dia malah taka da, motor yang biasanya terparkir di depan rumah kini nihil. Sehingga aku rela letih lunglai menunggunya. Sungguh rindu.
            Sebenarnya, bisa dikatakan aku sedikit pamrih bermain dengan anak-anak. Karena dengan bermain, aku bisa semakin dekat dengan Jordi. Jadi seharian aku bermain dengan anak-anak sambil nungguin dia pulang.
            Sampai sore, aku menunggu tetapi ternyata dia belum datang. “Daripada lama nunggu, mending aku mandi dulu.” pikirku. Selesai mandi, ternyata dia sudah pulang. Tetapi sayangnya, Amel sudah tak bisa bermain lagi, dia sakit, jadi otomatis aku nggak bisa ketemu Jordi.
            Pada malam harinya, aku duduk di teras depan, menunggunya, berharap dia keluar juga. Sungguh saat-saat yang kurang beruntung, listrik padam. Jadi, mungkin karena alasan itu dia tidak menjalankan kebiasaannya itu untuk duduk di teras.
            Aku berharap ada keajaiban. Keparahan datang bertubi-tubi, di kala listrik sudah meyala. Namun ternyata, hujan lebat turun dengan ganasnya disertai petir yang menyambar tanpa perasaan. Dia tidak muncul-muncul.
            Ya, sudahlah. Artinya memang kami yang tak jodoh.


No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...